,

Cerpen "Cerita kita: Fair Playboy Cap Sandal Jepit"


CERITA KITA: FAIR PLAYBOY CAP SANDAL JEPIT
Oleh Veronica

    “Lu tau nggak beritanya si Fair?” tanya Bebey. Cewek manis primadona kampus.

    “Emang kenapa dia? Pasalnya dia udah ngilang tiga hari kalo nggak salah,” tutur Galih sahabat Fair.

Fair ialah cowok berpredikat playboy "cap sendal jepit" di kampus Mahadarma.
    Sebutlah Fair ini, telah merentengi beberapa cewek-cewek tiap jurusan yang ada di kampus besar. Tak hanya itu, seluruh warga kompleknya juga tau mengenai ke-playboy-annya Fair. Hingga di tiap-tiap jalan ibu-ibu komplek menyembunyikan anak-anaknya. Takut digondol Fair. Padahal dia ini tak begitu cakep-cakep amat. Entah ilusi apa yang dibawa, dia bisa memikat para mahasiswi itu. Semua orang tentu tau, predikat apa yang disandangnya tetapi semua orang tau pula jika Fair ini cukup cocok untuk dihindari. Pikatnya yang membuat semua cewek terpana melihatnya.

    “Oh! Gue tau dia abis diseret Satpol PP, kan? Gara-gara kobam di tengah jalan. Kasian juga,”  imbuh Bila mantan sang playboy itu.

    “Yaelah, Bil! Ngapain kasian? Dia juga yang mutusin elu, kan?” Agung tak terima jika Bila mengasihani mantannya itu karena bagaimana pun juga, saat ini Agunglah pacar Bila. Ia tak mau jika Bila harus rujuk atau kembali pada playboy cap sandal jepit itu.

    “Gung! Lu cemburu? Astaga!! Bila cuma kasian aja, nggak bakal balik juga. Udah punya elu kali!” kata Azka sahabat Bila.
    
    “Ya, gimana lagi, gais! Agung udah cinta mati sama Bila!” teriak Susanto sohib Agung itu yang berparas brewok tetapi bukan bapak-bapak.

    “Gini aja, kita langsung ke TKP aja mastiin Fair di sana apa enggak,” usul Bebey mengomando teman-temannya itu.

    Jangan lupa akan mereka, geng ter-famous di kampus Mahadarma. Tidak ada yang bisa mengalahikan kepopuleran mereka kecuali Geng Twitt yang anggotanya terdiri dari cucu pendiri kampus, Rojab. Famous banget, kan mereka? Nggak salah lagi, jika ada berita siapa pun mahasiswa kampus akan melaporkannya pada mereka tentang tata aturan yang harus mereka patuhi selama menginjak kampus Mahadarma. Karna itu hal wajib dan harus ditaati. Peraturan tak tertulis bilangnya.

    “Yaudah! Ayo berangkat! Girls, ikut gue, oke?” ucap Bebey sambil memasuki Range Rover Sport 3.0 HSE-nya itu. Biasa mobil mewah pun mewarnai perjalanan mereka. Semua anak cewek mengikuti Bebey, sedang anak cowok mengkuti Galih, mengendarai Hummer H3-nya.
Meskipun mereka ini terlihat urakan, ada sisi positif dari mereka kesolidan dalam berkawan, saling memahami, dan menjaga satu sama lain. Mereka tak membiarkan temannya dalam kesulitan walaupun itu Fair. Sahabat juga musuh mereka. Rumit banget, ya? Mungkin mereka ingat sebuah pepatah “Jangan menyukai berlebihan kelak kamu akan membencinya dan jangan membenci berlebihan kelak kamu akan menyukainya”. Jadi, meski hubungan sahabat-musuh itu ada, mereka nggak akan setega itu.
         Rupanya mereka sudah sampai di Dinas Sosial Surabaya. Jangan salah mereka ini semuanya tinggal di Surabaya bukan anak Ibu Kota. Sesampai di sana, mereka segera menemui petugas yang ada untuk mengecek kebenaran berita itu.

    “Selamat siang, Pak! Saya ingin menanyakan perihal operasi kemarin yang menjaring teman saya juga,” Galih bertanya.

    “Siapa teman kamu? Ujang? Paiman? Atau anak pojokan yang nangis terus itu?” tunjuk si petugas.
Yang ditunjuk tidak lain adalah anak kecil laki-laki yang sedang tidur dengan keadaan mangap. Iler yang keluar begitu saja.

    “Maaf, Pak. Itu anak kecil yang sedang tidur. Teman kita seumuran, Pak,”  Agung menjelaskan.

    “Maaf! Saya salah tunjuk. Itu yang pojok sebelah kanan bukan kiri.” Kembali menunjuk orang yang ada di sana. 

    Semua memandang apa yang ditunjuk oleh pak petugas dinas sosial yang bermuka jutek tersebut. Muka kucel, mata sembab, rambut acak-acakkan, ditambah rengekan suara cowok. Tidak salah lagi, itu adalah Fair Mahendra cowok terkenal playboy itu menangis gulung-gulung di pojokkan. Meminta pulang pada petugas perempuan yang sedang jaga. Seketika saja semua melongo dibuatnya.

    “Guy..ss ini Fair, kan?” tanya Bebey memastikan.

    “Bentar, Bey gue panggil dulu,” ujar Vero.

    “FAIRR!” teriak Vero. Fair tak menoleh sama sekali, rengengakan pulangnya yang mungkin sedang dipikirkannya.

    “Heh! Geblek nggak gitu juga kali!” kesal Bila. Ia tahu benar kalau Vero ini agak maju mundur otaknya. Biasa korban jones yang berpuluh tahun lamanya.

    “Udah! Ayo kita langsung nyamperin dia aja kasian tuh ingusnya kemana-mana, gegara nangis terus,” ajak Agung pada semua temannya.

    “Yaudah, si! Ayo gais!” timpal Galih yang sedari tadi goyah untuk menemui sahabatnya itu atau tidak. Kali ini Fair benar-benar membuat semua orang keki. Tingkah seperti anak kecil. Bisa dibilang memalukan. S A N G A T M E M A L U K AN!

    “Bro! Yok pulang!” ajak Galih pada sahabatnya itu Fair.

    “Hah! Ayok!” jawab Fair semua senggukannya hilang entah kemana dan dia mulai merapikan baju, wajah juga rambutnya yang seperti baju tak disetrika. Kusut. Dia ke kamar mandi dan mengganti bajunya dengan baju pemberian Susanto itu. Wajahnya datar, sifat sok kerennya dimunculkan kembali. Entah bagaimana jadinya orang yang gulung-gulung tadi bisa sejaim ini. Luar biasa Playboy ini.

    “Yuk, gengs! Pulang. Sumpek di sini!” kata Fair berjalan mendahului mereka semua. Bebey, Galih, Agung, Bila, Azka, Vero, dan Susanto hanya bisa geleng-geleng. Belum lagi mereka bilang kepada Fair untuk melepas kaca mata hitamnya itu. Fair sudah terperosok lubang galian yang ada di samping gedung Dinas Sosial itu, padahal lubang itu dibuat untuk sapiteng kamar mandi yang rusak. Cukup dalam sekitar dua meter lebih.

    “Asu!” Pekik Fair.

    Teman-temannya sudah ketawa terbahak-bahak melihat kelakuan sahabatnya yang bobrok abis. Gini, nih begaya sok cool batin Azka. Rupanya mantan Fair juga. Dia belum terdeteksi oleh sahabat-sahabatnya pasalnya hubungan mereka hanya berlangsung dua puluh empat jam! Gila itu camping apa khilaf. Maka dari itu Azka malu jika ketahuan sahabatnya ceroboh dalam memilih pacar. Tengsi, dong!
Tidak lama setelah kesialan itu ada uluran tangan dari seorang wanita berparas cantik. Kulitnya putih mulus, wajahnya ayu alami. Bukan kaleng-kaleng, gais! Fair menerima uluran tangan itu, akhirnya ia bisa keluar dari lubang kampret yang membuatnya kumuh kembali. Sudah mandi juga jadi acakadut, asem! Batin Fair.

    “Waduh, mas-nya jatuh, ya? Sini aku bantuin!” kata cewek cantik itu

    “Terima kasih, bidadari.” Fair melakukan modusnya. Mumpung ada cewek cantik langsung saja dimbatnya. Mangsa bro!

    “Kok bidadari, Mas?” tanya Cewek itu.

    “Karna kamu baik hati dan menawan di hati.” Gombal Fair.
    
    Teman plus musuhnya mendengar itu ingin memuntahkan makanan yang sudah mereka makan. Eh, mereka belum makan malah. Dasar aneh juga mereka itu. Susanto yang merasa tak asing dengan cewek itu berpikir keras untuk mengingatnya.

    “Kayak pernah lihat tu orang,” ucap Susanto.
    
    “Cewek bening kek gitu lu juga kenal?” tanya Galih.

    “Wah! Saingan baru, nih!” seru Azka.
    
    “Bentar guys! Gue lupa tapi nggak asing!”
    
    Di tengah perdebatan tentang cewek itu. Fair masih saja menggoda cewek itu. mencoba mengantarkan cewek itu ke rumahnya.

    “Yuk! Kuanterin ke rumah mbaknya. Kasian cewek secantik mbak pulang sendirian,” Fair beralasan, tidak gatal rambutnya tetapi ia garuk juga, mungkin masih memikirkan ide apa yang bisa merayu seseorang yang berperawakan cantik itu.
    
    “Guys! Cepetan pulang yok. Sekalian nganterian Dia!” teriak Fair. Baru diketahui nama cewek itu Dia. 

    Dengan perasaan kesal mereka menuruti permintaan Fair. Agak dongkol rasanya. Siapa yang jemput, siapa yang merintah. Hah! Dia semobil dengan para cowok karena tempat mobil cewek sudah tak muat. Sebenarnya muat akan tetapi agung dipindahkan ke sana dengan alasan Dia itu harus dijaga cewek inceran Fair nggak boleh dapat berita buruk dari para cewek itu, termasuk Azka. Di dalam perjalanan tak hentinya Fair melanjutkan gencatannya untuk menggoda Dia, sobat lainnya saja hampir buang air besar mendengar omongan sampahnya Fair.
    “Rumahmu yang mana, Dik?” tanya Fair

    “Itu yang chat hijau pager besi hitam kiri jalan.” Tunjuk Dia.

    Setelah sampai mereka turun mengantarkan Dia ke rumah. Terlihat wanita paruh baya sudah berdiri di depan pintu. Sepertinya sedang menunggu Dia namun wajahnya tampak garang. Mukanya sudah bersungut-sungut.
    
    “Aban! Lu disuru emak ke kantor kecamatan lama amat. Mana lagi pake baju kakakmu. Kau minta dipecel hah!” teriak emaknya sambil menjewer kuping Dia.

    “Maaf, Bu. Nama anak ibu siapa ya?” tanya Fair hati-hati

    “Muhammad Abandia, lu kena pranknya anak gue ya? Maaf ya, Dik. Aban suka ngeprank kek gini. Kataya buat konten yutub” celoteh maknya.

    Fair melongo, ia sudah malu tak terkira. Kata manisnya tadi ingin sekali ditarinya kembali. Apalagi temannya di belakang sudah siap melontarkan ejekan yang akan membuatnya mati kutu.

    “Nah! Gue baru ingat dia cowok cantik, youtuber kelas atas!”  ingat Galih.

    "Basi!" teman segenk-nya menjawab bersamaan.

    Sayangnya ingatan Galih sudah sia-sia, temannya sudah meminum pil pahit dan merobek mukannya sendiri. Memang benar predikat “Playboy Cap Sandal Jepit” sudah pas untuk Fair. Membedakan cewek atau cowok saja tak bisa.

Sekian.


    Mohon maaf jika banyak kesalahan. Bagi nama-nama yang tercatut ini hanya sebatas fiksi belaka. Jika ada kemiripan tentang tokoh. Itu suatu ketidak sengajaan. Akan ada part-part baru mengenai keluarga grup 69 kita. Sekian dari saya sampai jumpa. 

Tunggu part selanjutnya.

0 Comments:

Posting Komentar

Salam cinta, mari berdiskusi di kolom komentar!