["Yaudah, ayo perbaiki bersama!"]
Nggak usah marah-marah, bertengkar, lalu pisah.
Nggak usah pula bosan lalu menghilang.
Apalagi hanya mencicipi rasa lalu membuang. Kita sudah dewasa, sudah mengerti hubungan bukan hanya sekadar hura-hura saja.
__
Hubungan kita bukan tak berhaluan lagi. Tapi, kita 'tlah memiliki tujuan. Memikirkan sebuah kelanjutan atas hal ini.
Memikirkan bagaimana kita bisa bertahan dan saling mengerti.
Bukan lagi tentang egois kini.
___
Cerita kita bukan tentang kau dan aku saja, melainkan dua keluarga juga. Hingga akhirnya kita mencapai sebuah kesepakatan tentang akad.
Sebuah prosa yang diinginkan menjadi nyata. Tak dipungkiri lagi ketika usia beranjak dewasa, pikiran pun semakin fokus pada arah yang mantab. Kita tak peduli lagi dengan hal "bermain". Tatanan sosial kita yang mendorong kita untuk terus melaju menuju kedewasaan. Kita tak berfokus pada diri kita saja. Apalagi seorang wanita, mahkotanya keluarga yang dijunjung penuh. Diharapkan agar menjadi layak dikalangan keluarga. Sialnya jika wanita itu beranjak dewasa cepat tidaknya ia menikah menjadi sumber gosip para tetangga. Dasar tetangga memang suka bergosip ...
Setelah bernarasi cukup banyak, sudah tepatlah pada inti ceritanya. Wanita itu susah-susah mudah. Harus tau lingkup pemikiran di lingkungannya. Paham urusan keluarga juga mempunyai pendidikan layak.
"Aish emang susah jadi wanita! Postingannya bagus banget! Pasti pengalamannya banyak, nih!" ujar Kirana.
Sekitar dua puluh menit waktunya dihabiskan hanya untuk membaca postingan instagram penulis kece badai. Siapa lagi kalau bukan pemilik akun Veve_oo97 yang ia kenal lewat grup whatsApp baru-baru ini. Kirana sangat menyukai literasi. Hingga ia memutuskan untuk bergabung dalam sebuah kelas menulis di WhatsApp itu.
"Kirana! Cepat berangkat! Sudah telat ini kamu!" teriak ibunya diiringi gedoran pintu kakaknya.
"Woi, Kir! Lu berak atau apa sih jam 7 lebih, nih!"
"Sabar, Bang! Otewe, ih!" teriak Kirana dalam kamarnya.
Yup! Kirana memiliki abang yang bisa dibilang ganteng abis! Famous! Tapi, Kirana terlalu jaim untuk mengakuinya.
Pintu kamar Kirana mulai terbuka. Penampilan khas anak SMA sudah ia kenakan. Persis seragam yang dikenakan abangnya itu.
"Lu, dandannya lama amat! Kalo bukan adek gue males nungguin!" ucap abangnya.
"Bang Dito yang tampan abis jangan gitu, dong! Masa adeknya mau ditinggalin." ujar Kirana dengan cemberutnya.
"Gue tunggu depan rumah! Sarapan dan pamit sama bunda!" tegasnya
Dito pergi mendahului Kirana dan Kirana sudah berjalan ke ruang makan untuk mengambil sarapannya.
"Bunda! Kirana berangkat, ya!" tangannya menyalimi bundanya.
"Hati-hati! Tuh abang udah nungguin, kasian!" kata bundanya
"Assalamualaikum!" Kirana berlari ke luar.
"Ayo, Bang! Tancap gas! Ngebut kalo bisa! Telat kita!"
"Lu yang buat telat bege!" kata abangnya.
Seketika itu montor yang dikendarai keduanya melaju begitu cepat. Kata telat sudah di depan mata. Untuk menghindari kata telaaaaaat abis mereka mengendarai begitu kencang. Menunggu hukuman sebagai pembuka kelas hari ini.
✈
'Ckittt'
Suara rem motor Bang Dito ketika berada depan gerbang. Rupanya mereka bukan murid satu-satunya yang terlambat. Ada sekitar 5 orang termasuk di dalamnya mereka berdua yang terlambat.
"Silakan untuk kalian berdiri menghadap tiang bendera dan hormat selama satu jam pelajaran!" kata Pak Siswoyo bagian ketertiban sekolah.
"Bang! Diukum, nih?"
"Iyalah! Ntar kalo Pak Siswoyo pergi lu langsung ke kelas aja! Ada ulangan, kan?" ucap Bang Dito.
Yah! Mau bagaimana lagi. Kirana benar-benar telat. Semaksimal apapun abangnya mengendarai motornya tak bisa dibuat tepat waktu. Sepuluh menit setelah itu Guru Ketertiban itu pergi. Kirana benar- benar lega, ia bisa melajukan dirinya untuk segera ke kelasnya untuk mengikuti ujian ekonominya. Tepat di depan XI IPS 2 ia menata dirinya.
Satu, dua, ti...
Seseorang melintas untuk mendahuluinya masuk. Siapa lagi kalo bukan bad boy-nya kelas ini. Bagaskara Gustaf.
"Kara! Jam segini baru datang?!" tegur Bu Dwi
Kirana walau sedikit kesal dengan kelakuan bodoh Kara mengendap-endap masuk. Sudah hampir sampai pada bangkunya. Jeweran kuping terasa membuat Kirana menoleh.
"Kamu, juga! Kirana!"
"Ehe! Maaf, Bu! Boleh ikutan ujian, kan, Bu?" tanya Kirana.
"Kalian bisa mengerjakan ujian ini asal kerjakan di lu-ar!" teriak Bu Dwi.
Terpaksa Kirana mengerjakan ujiannya di luar bersama orang yang baru dibuatnya kesal. Bukan hanya hari ini cowok itu dicap menyebalkan tetapi sampai seterusnya. Terlalu membuat gondok Kirana.
"Lu tadi ceroboh amat! Asal buka pintu kelas aja!" gerutu Kirana
"Lu harusnya berterima kasih ke gue! Lu bisa ngerjain ujian bareng G U E!" ujarnya pede.
"Astaga lu itu siapa? Adipati Dolken? Bukan juga!" teriak Kirana
"Yang di luar! Segera seleseikan soal kalian! Atau saya ambil saat ini juga!" teriak Bu Dwi.
Keduanya diam dan segera menyelesaikan soal ujian mereka atau kalau tidak mereka mendapatkan nilai buruk untuk ujian ekonomi kali ini.
✈
Flashback off
Sekelebat bayangan kenangannya bersama Kara muncul. Orang yang dipikirkan itu berada di hadapannya. Sudah lama sejak mereka dekat dan akhirnya menjaga jarak, mereka dipertemukan kembali. Tanpa diduga kenangan lama mencuat kembali. Ada sakit juga haru yang akhirnya tumbuh kembali.
"Rana?"
"Ka-rra?" ucap Kirana terbata-bata.
"Apa kabar? Sudah sukses jadi penulis, nih?" tanya Kara untuk mengubah keterkejutannya.
"Baik, kamu juga hebat sekarang jadi dokter," puji Kirana
"Aku nggak nyangka kita bakal ketemu lagi? Kapan release novel baru lagi?" tanya Kara
"Aku juga. Lusa mau release Novel," jawab Kirana
"Oke aku bakal datang dan ngelamar kamu," ucap Kara enteng
"Mma-kksud kka-mu?" gugup Kirana
"Kamu lupa janji kita? Jika kita sudah suskses dengan cita kita dan juga jika kita bertemu kembali.
Kamu jodoh aku dan aku akan melamarmu," terang Kara.
Pertemuan yang tak diduga Kirana membawanya pada rasa yang tak bisa didefinisakan. Haru, bahagia, dan kaget utamanya. Prosa yang dibaca tujuh tahun silam membuatnya tersenyum senang.
0 Comments:
Posting Komentar
Salam cinta, mari berdiskusi di kolom komentar!