Pak Buk, Anakmu Sedang Belajar Online

     


    Masa pandemi memiliki dampak begitu besar di dalam dunia pendidikan. Cetusan sekolah daring (Dalam Jaringan) biasanya kita sebut dengan sekolah online menjadi hal biasa yang dijalani oleh murid di era ini. Seluruh kegiatan sekolah diberlakukan melalui media online. Hal ini yang menyebabkan para siswa harus sedia setiap saat memegang handphone, laptop, komputer, atau tablet, untuk mengikuti pelajaran dari guru.


    Sekolah berbasis internet yang dilaksanakan di rumah masing-masing begitu rentan dengan adanya gangguan eksternal. Misal mendapat panggilan dari orang tua untuk mengerjakan tugas rumah. Sebagian orang menganggap sekolah dengan cara daring merupakan sekolahan yang fleksibel hingga bisa dilakukan dengan kegiatan lain. Seakan bisa menjadi multitasking yang efisien. 


    Tidak semua benar tentang pernyataan ini, sebab dalam sekolah dengan cara daring tetap seperti sekolah biasa yang membutuhkan fokus, tempat yang nyaman dan keadaan yang mendukung agar anak dapat memahami pelajaran yang diajarkan guru dengan baik. Sayangnya, pemahaman sekolah dengan cara daring  membutuhkan fokus yang baik, bahkan lebih banyak dibandingkan sekolah tatap muka sedikit yang mengetahuinya.


    Ironi saat ini, ketika anak sedang belajar melalui gadget mereka malah dianggap bermain-main. Bahkan mendengarkan penjelasan guru seakan dianggap mendengarkan video Youtube yang bisa diulang setiap saat. Jika pemahaman seperti ini tetap saja tertanam pada pihak rumah. Sekolah secara daring yang harusnya bisa dianggap sebagai keringanan malah berubah sebaliknya.


    Banyak sekali fenomena "dipanggil saat belajar" fokus terpecah dan mood anak berubah. Pemanggilan pada anak kadang kala terkait permasalahan sepele yang semestinya bisa ditangani pihak keluarga lain. Hal-hal sepele yang kadang membuat si anak jengah. Karena tertinggal satu menit saja, sudah dapat kehilangan penjelasan-penjelasan kadang sangat penting.


    Perlu diketahui jika ada yang namanya metode penerimaan informasi pembelajaran dari visual, audio, audio visual, dan kinestetik. Nah, ketika anak hanya bisa melalui penerimaan informasi dan percernaannya dengan visual tentu sangat mengganggu aktivitas belajar anak. Sekali kehilangan pemaparan guru dari apa yang dijelaskan membuat pembelajaran sulit diterima anak.


    Kadang kala permasalahannya, orang tua tidak mau tahu dengan tugas anak. Anggapan menggunakan gedget sebagai alat bermain tanpa belajar juga mempengaruhi pembelajaran anak. Menggunakan gadget seharian untuk belajar dianggap sebagai tindakan negatif. Faktor ini yang menyababkan terjadinya kesalahpahaman yang terus bergulir. Maka, terjadilah gangguan saat belajar online sedang berlangsung.


    Pembelajaran online tidak hanya butuh peran anak sebagai murid, tetapi orang tua sebagai pembimbing di rumah yang mengarahkan kepada hal baik agar anak produktif dan fokus tentang pembelajaran.

"Pak, Buk, Anakmu sedang belajar online! Bantu kami jangan biarkan kami belajar sendiri. Ajari kami jangan anggap kami hanya bermain. Semangati kami, jangan marahi kami."

    

    Mungkin ini perasaan anak-anak yang sedang belajar online. Perlu sekali ibu, bapak memahami anak dalam masa pembelajaran online saat ini. Dukungan dari keluarga sangat diperlukan bagi anak sekarang. Sebab, sekolah kali ini tidak seperti dahulu dengan berada di kelas, belajar bersama teman dan guru. Sekolah saat ini, berada di rumah tanpa siapapun kecuali orang tua, dan gadget sebagai medianya.

Continue reading Pak Buk, Anakmu Sedang Belajar Online

Kapan Kamu Wisuda? Kok lama?

    


    Sebel nggak sih? Selalu ditanya sudah wisuda atau belum. Padahal kamu sendiri masih bingung gimana cara menyelesaikan tugas akhirmu. Karna semakin lama kamu kuliah bukan malah mantap di jurusan yang sudah kamu pilih malahan semakin ragu jika pilihannya ini sudahkah benar dan sesuai dengan diri kita sendiri. Sampai-sampai ada sebuah pikiran yang paling umum di mahasiswa semester akhir "Apa aku salah jurusan?" atau malah insecure "Apa aku nggak mampu, ya? Keknya aku nggak bisa, deh!". 


    Bukan rahasia lagi jika banyak juga yang di awal semester sangat semangat menjalani hari-harinya sebagai mahasiswa sampai mengikuti berbagai kegiatan kemahasiswaan ataupun ekstra kampus untuk membuat hidupnya sebagai mahasiswa makin terasa, namun diakhir malah minder sampai untuk berkonsultasi pada pembimbing skripsi saja tidak berani. Takut salah judul! Takut nggak bisa jawab pertanyaan dosen! Takut karna memang belum dapat apa-apa untuk bahan skripsinya!

       

    Hah! Semakin tua semesternya bukan makin yakin malah makin goyah. Lika-liku kemahasiswaan yang sangat sering terjadi. Apalagi ketika melihat temannya sudah sidang dan wisuda diri sendiri malah belum menyelesaikan bab sampai akhir. Masih bingung metode pengambilan data, masih bingung akan meneliti siapa atau bahkan masih bingung buat menulis bab satunya.


    Nggak cuma nambah beban keuangan untuk bayar semester juga nambah beban mental karna semakin jauh dari teman-temannya. Miris sekali yang dulunya dekat kayak perangko kemana-mana bareng giliran waktu skripsian kayak siang dan malam, jauuuh banget! Sifat egois pada diri manusia muncul seketika, urusanmu ya urusanmu dan urusanku ya urusanku sendiri. Tetapi, kalau bingung bakal deh nanti mulai mendekat untuk mencari kesempatan meminta bantuan dan menghilang setelah mendapatkan apa yang diinginkan.


Tahu nggak, sih?

    Pertanyaan "Kapan kamu wisuda?" itu ditanyakan dengan tambahan membandingkan dengan teman yang sudah selesai bahkan sudah menikah dan memiliki anak  ... seperti membuat diri kita bukan malah termotivasi tetapi malah semakin down karena beban mental yang mempengaruhi. Keinginan mereka bukan pertanyaan yang disebutkan tadi, tetapi support secara lahiriyah dengan bantuan nyata apa yang sedang dibingungkan.


    Alasan klasik mengajukan pertanyaan "Kapan kamu wisuda?" sering terdengar jika sebagai penyemangat dan pengingat untuk menyelesaikan tugas akhir. Iya, memang kalian semua sudah selesai dengan akhir kalian. Bisa menghadapi kegundahan apa yang dipusingkan oleh orang lain. Bisa mencari solusi dari masalah yang menimpa. Bisa meluangkan waktu mengerjakan dengan baik.


    Namun, tidak semua orang memiliki kemampuan dalam menyelesaikan berbagai masalah yang ada. Pengingat tentang " Kapan kamu wisuda?" bukan lagi cara ampuh membuat seseorang yang lambat menyelesaikan tugas akhirnya akan cepat menyelesaikannya. Lebih baik tanyakan, "Ada yang bisa kubantu? Apa? Yang mana? Kalau bisa aku bantu!" Inilah pertanyaan yang menjadikan kita semangat mengerjakan.

So, Guys!

Stop pertanyaan "Kapan kamu wisuda?" tetapi berikan bantuan. 


    Jangan sampai niat yang baik itu berubah menjadi senjata yang melemahkan temanmu. Kehidupan mahasiswa tingkat akhir itu adalah masa rawan-rawannya. Emosi mahasiswa tingkat akhir sangat labil. Disenggol sedikit saja rapuh. Disindir semakin tak ada kekuatan untuk menyelesaikan. Sangat disayangkan malah ada yang membuatnya sebagai bahan candaan. Padahal mereka sendiri juga tahu betapa sulitnya mengerjakan tugas akhir. Seakan lupa bagaimana letih mereka dulu dan perjuangannya saat mengerjakan tugas akhir itu. Baiklah, lebih indah untuk saling menghargai masing-masing diri ini. Jangan membuat orang lain tersakiti dengan pertanyaan " Kapan kamu wisuda? Kapan kamu sidang? Kok belum selesai? Kok lama?".


Nanti, kalau ada teman kamu yang nanyai hal sama kasih aja link post ini suruh baca baik-baik biar paham!

    


Continue reading Kapan Kamu Wisuda? Kok lama?

Jika Akhirnya Rasa Harus diakhiri



Aku menginginkanmu, tapi aku harus melepaskanmu. Kebahagiaan yang sudah kita buat ini terpaksa dibuang jauh-jauh. Kenangan yang terlanjur terpatri harus disingkirkan. Hahaha ..., benar lucu sekali kisah ini. Membuatku terus mengumpat karna kesal tapi kini perlu diselingi tawa untuk hiburan pada diri sendiri.

Akhirnya, kita menemui sebuah penyesalan tentang pertemuan yang di awal memberi kebahagiaan berlipat seakan sekat untuk memisahkan dua insan tak ada. Sebab bahagia dan sedih selalu kita bagi bersama, memberikan motivasi jika kita bisa hidup bersama untuk selamanya.

Benar seperti romansa cinta dalam kisah remaja, bahagia tanpa perlu berpikiran macam-macam. Meski ada masalah datang, berdua saja kita cukup untuk atasi dan cari solusi. Semua sempurna! Benar-benar sempurna tanpa cela.

Sayangnya itu salah!

Rupanya kebahagian yang memberikan sebuah senyum hangat dan tawa riang ini, bukanlah scene akhir dari hubungan yang sedang kita bangun. Kesepakatan menyelesaikan masalah tanpa kata pisah boleh jadi harus diingkari. Meski, bukan keinginan sebenarnya untuk mengingkari.

Hanya saja, kita tidak bisa untuk beralih dalam kondisi harus segera selesai.

Menyakiti beberapa pihak untuk hubungan yang kita jalani, mengesampingkan sebab-akibat bagaimana sesuatu yang lain akan terjadi, seakan menjelaskan betapa egoisnya kita. Ingin berada dalam genggaman yang sama namun membuat saling menyakiti.  Ingin memberi senyum, namun tangis yang ada saat ini. Ingin tertawa, tapi jerit putus asa yang datang.


Jika saja kita tak akan bertemu, tak akan pula rasa datang.

Jika tak saling tatap, tak ada pandangan yang membuat jatuh hati. Jika tak mengungkapkan perasaan, tak akan pula patah hati.

Hingga jika tak beringinan untuk bersama tak akan kita berada pada posisi ini.

Penyesalan-penyesalan yang datang selalu saja muncul.

Mungkinkah ... pengandaian tentang "kita" ini akan menjadikan kata "kita" tak akan pernah ada? Jika saja itu tak terjadi akan kah kita tetap berhubungan? Atau akan tetap ada takdir lain yang akhirnya mempertemukan kita. Sebab semua memang harus kita jalani, dengan berawal bahagia lalu menjadi derai air mata.

Meski aku tahu, kita telah melewati segala kepahitan. Namun, untuk kali ini terlihat begitu jelas dan nyata jika kita berada pada posisi dan waktu yang salah sampai saling menyakiti. Bukan pada kita saja, juga orang-orang yang berada di dekat kita. Akan terlalu tamak dan egois menginginkan keduanya dimiliki.

Hubungan ini perlu diakhiri dengan segala penyesalan tentang pertemuan awal kita. Selamat tinggal, untuk kita yang akhirnya sama-sama patah harus pisah sebab keadaan. Terima kasih sudah ada untuk kita, namun harus ditiadakan. Baik, kita akan kembali asing seperti tak ada temu yang menghampiri. Sekali lagi, ku ucapkan “Selamat tinggal! Jalani hidupmu dengan baik!”.

Continue reading Jika Akhirnya Rasa Harus diakhiri

Kado Terindah Indonesia di Bulan Kemerdekaan, Kemenangan Ganda Putri Indonesia Saat Olimpiade Tokyo



    Adalah hal yang membuat air mata berderai. Tepat tanggal 2 Agustus 2021 Ganda Putri Indonsia berjuang dalam final badminton di Tokyo dalam agenda Olimpiade Tokyo 2020. Olimpiade olahraga dunia yang digelar 4 tahun sekali kali ini mencetak sebuah sejarah baru. Sebab kontingen Indonesia dalam hal badminton ganda putri belum pernah sampai pada final, paling keras hanya sampai semifinal saja di tahun tahun 1992 Olimpiade Barcelona. Ini merupakan sebuah kado terindah bagi Indonesia.


    Pasangan Greysia Polii dan Apriyani Rahayu-lah sebagai pencetak sejarah baru yang mengharumkan Indonesia. Sebuah pencapaian yang patut dibanggakan juga sebagai cambuk bagi tim badminton Indonesia khususnya ganda putri Indonesia agar lebih baik dan bisa memperjuangkan estafet kemenangan di olimpiade selanjutnya.


    Kado terindah di bulan kemerdekaan untuk Indonesia bukan hanya memberi kebahagian bagi Greysia dan Apriyani juga bagi tim badminton lain yang sudah berjuang dalam Olimpiade Tokyo 2020 ini, bisa menjadi obat bagi kekalahan Indonesia di bidang badminton. Emas yang diperoleh Greysia dan Apriyani bukan hanya untuk mereka tetapi juga bagi seluruh masyarakat Indonesia.


    Greysia dan Apriyani bukan secara langsung bisa berada di lapangan dan bermain begitu saja, perjuangan keras mereka dari titik nol sampai kemenangan melawan kontingen China ini tidak biasa. Greysia dan Apriyani berjuang dengan tekad, keyakinan, dan usaha. Keringat dan air mata juga menemani Greysia dan Apriyani sampai di lapangan Tokyo. Cerita tetang kegigihan mereka untuk yakin berjuang di bidang badminton sudah menyebar, dari berjalan 9 kilometer untuk menuju tempat latihan, dari keadaan di umur dua tahun harus ditinggal sang ayah, dari suka duka pertandingan sebelumnya, dan masih banyak sejarah yang telah ditorehkan untuk sebuah pencapaian ini.


    Kemenangan badminton ganda putri Indonesia, bisa dijadikan contoh tentang pencapain yang disertai usaha dan doa tidak akan menghianati hasil. Jatuh bangunnya usaha dalam memperoleh hasil bukan sebagai ajang untuk menyerah tetapi sebagai jalan untuk mencari jalan lain dalam hasil yang diinginkan. Bukan hanya tentang hasil tetapi proses yang ditekuni.


    Bukan hanya sebuah kemenangan biasa, sebab akhirnya pula kita bisa mengumandangkan lagu Indonesia Raya di Jepang dengan penuh bangga karna sebuah kemenangan yang kita raih hari ini. Ini pula sebagai penegas jika Indonesia mampu bersaing di kancah Internasional terkhusus para perempuan Indonesia. Bagaimanapun juga, ini sebuah kemenangan yang patut disyukuri. Bersama dengan bulan kemerdekaan ini yang mana dulu Jepang pernah menjajah negara kita, kini kita bisa mensuarakan dengan lantang lagu kebangsaan kita di Jepang.


    Indonesia pasti bisa, mari dukung para atlet Indonesia. Sebelum mendali emas yang disumbangkan Greysia dan Apriyani ada mendali perak dan perunggu dari cabang angkat besi, Eko Yuli Irawan, Rahmat Erwin Abdullah, Windy Cantika Aisah.

Terima kasih!

Semoga akan ada kado lain yang akan diterima Indonesia dalam Olimpiade Tokyo 2020.

"Kekurangan bukan hal yang perlu diwaspadai dan ditakuti, namun kekurangan sebagai challenge tersendiri bagi kita untuk bangkit dan berusaha terbaik."



Continue reading Kado Terindah Indonesia di Bulan Kemerdekaan, Kemenangan Ganda Putri Indonesia Saat Olimpiade Tokyo