, ,

Sirius Part 2.4


Cerita sebelumnya ...

“Benar-benar most wanted punya pengaruh, ya?” sindir Bintang
“Nggak usah diliat, lo fokus jalan aja,” jawab Angkasa.

Meski sebal dan dongkol menyerang uneg-uneg Bintang, dia hanya menurut saja. Bagaimana tidak ia terlalu lemah untuk meladeni perdebatan yang tidak berguna ini. Angkasa lawan debat pasti tidak mau kalah dan akan terus mengoceh mengenai hal ini itu yang membuatnya semakin jengkel saja.
Dasar kutukupret sok dingin! Umpat Bintang dalam hati.
Tangannya menggenggam erat ingin sekali ia meninju kepala Angkasa. Sayangnya Bintang urungkan melakukan hal yang nggak masuk akal itu. Orang masih sakit masa mau menyerang orang sehat. Pastinya ia bakal kalah. Gengsi dong! Di perjalanan mereka hanya berdiam tak mengucapkan sepatah kata pun. Buang-buang tenaga.
“Mana kunci mobil, lu?” tanya Angkasa, setiba kaki mereka di area parkir.
“Noh! Di tas gue, cari aja sendiri!” ujar Bintang tak acuh.

Angkasa segera menarik tas Bintang dan membongkar isi tas tersebut. Ia mengacak-acak isinya bahkan menjatuhkan semua barang Bintang, sampai-sampai semua berserakan.
“Heh! Lu malah ngacak-ngacak tas gue begini! Beresin!” Bintang tak terima, langsung saja marahnya tersulut.
Angkasa tak peduli dengan ucapan Bintang, dia terus saja mengobrak-abrik tas itu sampai kosong.  Hampir saja Angkasa melempar tas itu,
“Oke! Stop! Bermainnya Angkasa! Ini kuncinnya, jadi taruh kembali barang-barangku ke tem pat se mu la!” teriak Bintang, sudah muak ia dengan Angkasa yang benar-benar menyebalkan.
“Jangan sekali-kali melawan Angkasa, Bintang!” ucap Angkasa, ia tersenyum smirk pada Bintang.
Bintang sebenarnya ingin mengerjai Angkasa dengan menyuruh mencari kunci di dalam tasnya. Padahal jela-jelas setiap hari kunci itu ia taruh di saku. Sayangnya Angkasa terlalu cerdik untuk dikerjai dengan hal sepele ini. Jadinya, jebakanya memakan dirinya sendir. Kasihan Bintang, du du du.
“Oke lu boleh tersenyum senang Angkasa Triananda!” kesal Bintang.
“Cepat masuk! Atau gue gendong!” kata Angkasa ketus.
“Oke, gue masuk! Nggak usah modus, Lu!” jawab Bintang.
Suasana hening, bercampur kikuk. Keduanya melanglang dengan lamunan mereka sendiri-sendiri. Bintang hanya melihat pemandangan dari jendela. Teringatlah dia ketika liburan bersama abang tersayangnya. Di mana Bintang benar-benar happy  saat permintaannya liburan ke Bogor dituruti abangnya. Bintang bahkan mengajak teman segenk dan sang abang pula mengajak temannya. Suasana di dalam mobil sangatlah ramai. Mereka begitu ceria menikmati liburan yang dibuat mereka sendiri. Sedikit air mata Bintang menetes. Kenangan indah itu membuat Bintang bersedih, andai saja ....
Angkasa melihat Bintang mengeluarkan air mta, segera menyetel lagu yang ceria. Menyaksikan Bintang bersedih di depan mata dan hanya bisa terdiam saja. Ini sungguh menyakitkan. Angkasa tak bisa berbuat. Angkasa tak mampu menyeka air mata Bintang. Terlalu dini untuk membuat Bintang mengingat kelamnya juga.
“Apaan sih! Lagunya norak amat!” gerutu Bintang.

Ku bukan superstar kaya dan terkenal
Ku bukan saudagar yang punya banyak kapal
Ku bukan bangsawan ku bukan priyai
Ku hanyalah orang yang ingin dicintai

Andai aku Letto wis pasti aku wong jowo
Tapi, kenyataan aku bukan siapa-siapa
Ku ingin engkau mencintaiku apa adanya
(Project POP-Bukan Superstar)

“Lagu lu apaan sih, biar gue yang nyari!” kritik Bintang
Bintang mencoba mencari lagu yang bagus untuknya. Menimang-nimang lagu yang sesuai keadaan hatinya.
When the visions around you
Bring tears to your eyes
And all the surrounds you
Are screts and lies
I’ll be your strength
I’ll give you hope
(This I Promise You-Shane Filan)

Lagu yang tak sengaja diputarnya malah membuatnya semakin teringat oleh abangnya. Hampir saja ia menangis tersedu lagi.
“Apaan lagu lu! Malah mellow gini!” runtuk Angkasa, mencoba memutar lagu lagi.
“Heh itu bagus. Lu nya aja yang nggak paham lagu bagus!” sungut Bintang. Tetap saja Angkasa mencari lagu yang sesuai dengan seleranya. Mereka saling merebut pemutar suara. Tidak ada yang mau menglah. Keduanya ingin mencari lagu sesuai kehendak mereka hingga berakhir lagu yang sesuai dengan keadaan mereka.

Dan mungkin bila nanti
Kita kan bertemu lagi
Satu pintaku jangan kau coba tanyakan kembali
Rasa yang kutinggal mati
Seperti hari kemarin
Saat semua di sini
(Bila Nanti-Peterpan)
Kedua pemuda pemudi itu hanya terdiam, seakan lagu yang acak dipilih membawa suasana hati mereka. Mengingatkan kisah mereka dulu, yang pahit dan berakhir pada saling asing. Tak mau menyapa bahkan bisa dipastikan tak mau saling menyentuh privasi. Ini lagu yang sangat menyadarkan mereka.
Dalam hening, perjalanan terasa begitu lama. Bintang sampai tertidur begitu pulasnya. Kegarangan atau pun sikap dinginnya terasa sirna saat Bintang tidur. Bagaimana pun itu memang hanya sekadar topeng Bintang atas kesakitan yang dirasakannya. Angkasa sudah sampai di depan rumah Bintang. Antara tidak tega dan ego, Angkasa akhirnya menyentil wajah Bintang dengan keras.

‘Aw!’ keluh Bintang
Angkasa hanya tersenyum sekilas.
“Lu mau bangunin gue atau ngusir nyamuk? Kenapa pake disentil segala, sih?” tanya Bintang.
“Biar cepet,” jawab Angkasa menggantung.
“Hah?” Bintang masih saja belum paham.
“Biar cepet bangun, gendong lu berat,” tukas Angkasa
“Gue nggak seberat itu! Asal lu tau-_” Bintang mulai bete segera meninggalkan Angkasa begitu saja. Angkasa pula hanya diam. Lalu menjalankan mobil begitu saja.

Loh itu bukannya mobil gue, trus besok gue berangkat sekolah pake apa? Sial! Bintang meratapi kebodohannya sendiri dalam hati.

‘Tring’
+6285628580242xxxx
Besok lu gue jemput
“Nah, kan! Angkasa yang bawa. Dapet nomor gue dari mana ya?” gerutu Bintang
Merasa bodoamat karena bingung nggak ketulungan, Bintang masuk rumah langsung tidur saja. Masih siang jadi tidur adalah pilihan utamanya. Sambil menunggu mamanya pulang malam.

0 Comments:

Posting Komentar

Salam cinta, mari berdiskusi di kolom komentar!