7 NASEHAT USTAZ UNTUK PARA SANTRI
Ini tentang nasehat-nasehat seorang ustaz yang diberikan untuk santri. semoga agar memotivasi kalian untuk lebih baik. Bismillah, aku akan jabarkan satu per satu.
Yang
pertama
“Santri kui lek kitab’e dimaknai luwih apik timbang ora ono maknae.
Santri kui lek kitab’e diharakati luwih apik timbang ora ono harokate.”
Jadi sebagai santri sebisa mungkin mengisi kitabnya meskipun itu
hanya bisa diharokati setiap lafadznya. Karena apa suatu saat ketika kamu
membuka kitab, kamu bisa membaca kitabmu sendiri. Lucu sekali jika kamu tak
bisa membaca kitabnya sendiri. Sebab pula ada klanya kita ingin mengulang
pelajaran yang ada di pondok. Masih ingatkan kata Al Gozali, “Ikatlah ilmu
dengan tulisan.” Ini juga masih bisa dikaitkan dengan belajar dengan memaknai
kitabmu, mengharokati, dan menjaga kitabmu.
Yang
kedua
“Retorika manusia ialah kebetulan.”
Saya pernah mendengar ini dari ustaz saya di pondok, padahal tak
ada yang namanya kebetulan. Maka dari itu dinamakan retorika (hiasan) atau bisa
disebut guyonan kalau saya maksud. Sebab semua sudah ditentukan oleh Allah. Takdir,
ya inilah yang namanya takdir. Bukan kebetulan. Ada sebab kenapa itu terjadi.
Yang
ketiga
“Lebih baik meminjami dari pada memberi. Sebab meminjami mereka memang benar-benar membutuhkan. Jika kita memberi? Kita tak pernah tau dia butuh atau tidak.”
Di sini bukan tentang lebih baik
dalam kehidupan dalam akna real-nya. Ini berkaitan menjadi manusia yang bisa
bermanfaat bagi orang lain. Lihat sekitarmu, jangan tak acuh untuk segala. Kalau
ada orang yang meminjam apapun itu selagi kita mampu kenapa tidak? Dan jika
ketika ada yang membutuhkan bantuan jika kita bisa memberikan yang terbaik
kenapa tidak? Seperti itu.
Yang
keempat
“Andalan membaca kitab adalah rasa.”
Benar, kita dapat membaca kita melalui naluri. Asah rasa agar dapat
memahami makna di balik sebuah lafadz itu. Untuk apa kita membacanya jika rasa
jengkel selalu menjadi condongannya. Cobalah cintai kitabmu, pahami setiap
maknanya, terakhir dengar setiap gurumu menjelaskan inti dari setiap bacaan
kitab yang kamu baca.
Yang
kelima
“Orang yang mencari ilmu dan mencari nilai adalah orang yang sombong.Orang yang mencari ilmu bukan untuk mencari nilai adalah orang yang kalah.”
Jangan sampai dirimu terbuai oleh urusan duniawi, misalnya berusaha
mengunggulkan diri untuk lebih baik. Belajar sekeras mungkin. Ambisi setinggi
mungkin. Cari setiap celah agar menjadi juara. Tapi, ia tak pernah sekalipun
mengamalkan ilmu yang didapat. Masuk ke yang terkecil dulu, bukan dari segi
ilmu. Misal ia hanya menghapalkan ilmu itu, ia tak pernah berniat
sungguh-sungguh untuk ilmu itu. yang ia cari hanya sebatas nilai. Baguskah itu?
tentu tidak.
Jenis pencari ilmu yang kedua ia mencari ilmu dengan malas-malasnya.
Berusaha masa bodoh untuk nilai. Tak pernah serius dalam belajar, hanya mengandalkan
takdir Tuhan. Katanya, “Allah berkehendak.” Lucunya sama sekali ia tak berusaha
mendapatkan ilmu itu. padahal Allah tidak akan merubah suatu kaum jika kaum itu
sndiri tidak berusaha. Jadilah pencari ilmu yang bisa menggunakan ilmunya
dengan baik, dan jangan kau gunakan ilmumu hanya pemuas nafsu belaka.
Yang
kelima
"Biasakanlah berdoa saat gurumu berdoa dan biasakanlah berdoa saat orang lain tak berdoa.”
Artinya, saat gurumu berdoa ikuti untuk berdoa. Karena doa gurumu
itu sangat mustajab, beliaulah yang menghantarkanmu menuju ilmu yang berguna. Penyebar
ilmu dan pembawa ilmu. Hormati beliau dan jaga nama baik beliau. Jangan lupakan
gurumu yang selalu berjasa untukmu.
Arti
kedua saat-saat orang lengah dari keramaian dunia. Biasakan gunakan kesempatan
ini untuk berdoa. Peluangmu untuk didengarkan Tuhanmu lebih banyak. Meskipun Dia
bisa mndengarkan doa jutaan penduduk Bumi bahkan meliunan. Tapi bukankah dirimu
akan menjadi spesial saat orang lain tak melakukannya?
Yang
keenam
“Kita harus ihtiyat. Berhati-hati. Sebab orang yang ihtiyat akan iktiyar dan orang yang ikhtiyar belum tentu ikhtiyat.”
Orang yang selalu berhati-hati, ia kan bersungguh-sungguh dalam
menjalankan setiap tugasnya. Bukan hanya tugas, namun saat ia menjadi makhluk
sosial di kehidupannya. Berperilaku dengan baik, berhati-hati untuk tak
menyinggung orang lain. Setiap perbuatannya ia pikirkan dengan matang-matang
bukan gegabah. Allah saja tak menyukai orang yeng terburu-buru, bukan?
Yang
Ketuju
“Al adabu fauqol ilmi”(Adab lebih tinggi dari pada ilmu.)
Terakhir jangan sesekali engkau
sombong karena sudah mempunyai banyak ilmu. Untuk apa menyombongkannya jika
mengamalkannya tidak bisa. Oke, jika ada yang menantang, “Saya bisa
mengamalkannya, boleh dong saya sombong. Ilmu yang saya cari saja sulit. Masa
iyak nggak boleh disombongkan.” Ini namanya salah kaprah! Jika kamu sudah mempunyai
ilmu yang tinggi tentunya akal dan nuranimu sudah sejalan. Sudah pintar dan
paham bagaimana seorang berilmu harus bertata krama bukan malah menjadi tinggi
hati dan sok berkuasa. Semua akan menjadi NOL BESAR jika kamu tak mempunyai
adab. Orang di sekitarmu pun akan lebih tidak respect terhadapmu. Mereka
enggan berkawan denganmu. Dan ilmumu? Tidak akan berguna.
Itulah
tujuh nasehat seorang ustaz pada santrinya. Ini adalah nasehat yang diberikan
ustadzku saat di pondok dulu. Tepatnya, di Blitar. Jika nanti ada yang bilang, “Aku
bukan anak pondok nggak wajib mengamalkanny, dong?”. Nggak begitu aturannya. Santri
ini orang yang mencari ilmu, bukan? Kita sebagai manusia diwajibkan mencari
ilmu sampai akhir hayat. Jadi, tetap sah-sah saja untuk mengamalkan nasehat
ini. Tetap semangat mencari ilmunya, ya? Kita semua adalah pejuang, oke?
0 Comments:
Posting Komentar
Salam cinta, mari berdiskusi di kolom komentar!