Hadiah Untuk Makky
Mya Veronica
Kalo
nakal mah gampang, tinggal buat onar
Susahnya
kita bangkit dari nakalnya, udah di posisi nyaman soalnya
****
“Eh, dia mau kesini!” kata Burhan sambil berlari menuju tempat
duduknya. Makky yang tak mengerti ucapan itu, kembali bertanya.
“Siapa?” tanya Makky berjalan mendekati bangku Burhan.
Makky duduk di samping bangku Burhan. Kakinya ia jejakkan di kursi.
Putung rokok yang menghiasi jari telunjuk dan tengahnya ia jatuhkan lalu ia injak.
Merokok adalah kebiasaannya. Di mana pun tempatnya ia tak peduli. Sekolah pun
tak jadi masalah.
“ Pak Tua! Dia
sudah datang dan berjalan ke arah sini,” kata Burhan.
“SIALAN!
Mengganggu kesenangan saja!” umpatnya.
Derap kaki Pak
Rahmat telah terdengar. Seperti biasa Makky berjalan begitu santainya. Ia tak
merisaukan kemarahan yang akan ia dapat. Tak ada rasa takut atau pun hormatnya
pada seorang guru. Guru yang terkenal dengan sebutan guru killer. Pak Rahmat, guru itu mengajar bidang agama.
“Assalamu’alaikum wa rahmatullahi wa
barakatuh.” Sapa Pak Rahmat.
“Wa’alaikumussalam.” Jawab muridnya
serempak.
Mereka murid kelas XII IPS 3. Semua menjawab kecuali Makky. Ia
malah asyik menaruh kakinya diatas mejanya. Semula guru itu tersenyum mendengar
muridnya kompak menjawab dengan semangat. Berkat Makky senyum itu pudar. Anak
didiknya satu itu memang terlewat bandel. Tak ada sopan santun atau ucapan halus
yang diucapnya.
“Makky! Apa yang kamu lakukan? Cepat duduk dengan sopan!” hardik
Pak Rahmat.
Ucapan pak Rahmat sontak membuat semuanya menghadap bangku Makky.
Karena dasarnya badung, Makky hanya diam seperti tak pernah mendengar hardikan
itu. Ia dengan asyiknya meletakkan earphone genggamannya pada tiap
telinganya. Pak Rahmat yang sudah tidak kuat dengan tingkah Makky berjalan menghampiri
bangku sang anak badung itu.
“Makky, jaga sikap kamu!” kata Pak Rahmat. Beliau menarik earphone yang ada di telinga Makky.
Makky menatap gurunya dengan tatapan tak suka.
“Terserah saya!” tolaknya lalu menaruh lagi earphone itu.
“Ini sekolah Makky! Bukan tempat untuk bersenang – senang! Sekolah
punya peraturan dan kau harus menaatinya. Kau siswa disini. Kau didik untuk
menjadi pribadi yang baik, bukan?” jelas Pak Rahmat.
“Kalau saya tidak mau bagaimana? Bosan tahu!” kata Makky santai.
Helaan napas Pak Rahmat terdengar. Ia sangat menyayangkan anak
didiknya menjadi seperti ini. Entah masalah apa yang dihadapi anak didiknya
membuatnya menjadi pribadi kasar.
“Ingat
Makky! Sekolah tempat mencari ilmu, bukan tempat melanggar aturan. Suatu saat
kamu akan mengerti.” Pak Rahmat mengakhiri perdebatanya itu. Melangkah pergi
memulai pelajarannya. Ia hampir menyerah pada Makky. Semua guru menyuruhnya
untuk mengeluarkan Makky. Tapi tidak untuk pak Rahmat. Ia mempertahankan Makky.
***
Bel
pulang sudah lewat sejak dua menit yang lalu. Makky sudah keluar dari gerbang
sekolahnya. Ia lupa hendak menyeberang. Ia mengenakan earphone nya tanpa menoleh kanan dan kiri. Ia tak sadar jalan raya
yang ia lalui terdapat mobil yang sedang berpacu keras ke arahnya. Tabrakan tak
terelakkan. Sayangnya bukan Makky yang menjadi korbannya melainkan gurunya, Pak
Rahmat. Guru yang amat ia benci. Guru itu tadi mendorong Makky hingga jatuh di
trotoar.
“Auuww!!!
teriak Makky. Ia meringis kesakitan, tangannya terbentur badan trotoar. Ia
bangkit melihat siapa yang telah menolongnya itu. Makky terbelalak jika gurunya
lah sang penyelamatnya.
“Pak
Rahmat!” pekik Makky.
Ia
tak percaya apa yang ada dihadapannya. Ia mengucup matanya memastikan sekali
lagi apa yang ia lihat. Namun benar adanya. Ia ingin marah. Namun harus marah
pada siapa? Makky berteriak meminta bantuan. Segerombol siswa yang belum pulang
pun membantu Makky menelponkan ambulan rumah sakit. Makky mengikuti ambulan
itu.
***
Sesampai
dirumah sakit, Makky menunggu Pak Rahmat di pintu UGD. Ia tak diperkenankan
masuk meski berulang kali ia berteriak. Ia sangat mengkhawatirkan gurunya itu.
Selang beberapa jam, dokter yang menangani Pak Rahmat keluar dengan mimik
serius.
“Bagaimana
keadaanya, dok?” tanya Makky khawatir.
“Maaf,
gurumu nyawa beliau tidak tertolong, mohon adik bersabar. Doakan beliau, waktu meninggal 15.30,”
ucap sang dokter menyesal.
Seakan
teringat akhir perdebatannya pada sang guru, Makky menangis. Ada rasa sesal
yang kini menelusuk pada relung hatinya. Belum sempat ada kata maaf yang ia
ucapkan pada sang guru, namun takdir telah menemuinya terlebih dulu. Makky
benar -benar tak dapat melupakan perlakuan buruknya itu. Seakan roll film yang
selalu berputar pada otaknya kini.
Peristiwa
yang tak terduga ini mengingatkan Makky untuk merubah sikapnya. Ia sadar guru
itu ada baiknya. Meskipun cara mendidik muridnya kadang terlewat kasar. Itu
semata hanya menginginkan muridnya menjadi lebih baik darinya. Makky sang anak
badung kini memulai jalan barunya. Menjadikan diri sebagai pribadi yang lebih
baik dari sebelumnya.
Makky
mengubah skor kenakalanya menjadi skor prestasinya. Ia menjadikan guru yang
telah meninggalkannya sebagai panutan sepanjang masa. Jasa guru memang tak bisa
di pungkiri. Kita sebagai murid tak bisa membalasnya. Hanya bisa mendoakan
untuk yang terbaik untuknya.
Sekolah
sebenarnya asyik untuk mencari ilmu
Kitanya
saja yang khilaf dan tak mau tahu akan hal itu
(Muhammad
Makky)
0 Comments:
Posting Komentar
Salam cinta, mari berdiskusi di kolom komentar!