,

Korupsi di Indonesia, Harus Ditumpas Habis

Korupsi di Indonesia, Harus Ditumpas Habis


 

Korupsi di Indonesia, harus ditumpas habis. Korupsi bukan hanya berputar pada kelas pejabat, juga bersandingan pada kelas menengah atas maupun bawah. Bukan rahasia lagi, jika kebiasaan penyelewengan ini telah menjalar ke seluruh lapisan masyarakat. Hanya saja, banyak yang tidak menyadari jika apa yang dilakukan merupakan suatu bentuk dari korupsi. Di Indonesia, kasus korupsi yang tercatat oleh data menurut ICW (Indonesia Corruption Watch) dalam laman Tempo.co sebesar 209 kasus. Semakin naik tiap tahunnya, yang pada tahun 2020 tercatat sebesar 169 kasus. Jika ditarik selisihnya, sebanyak 40 kasus menunjukkan angka kenaikan. Ini bukan angka sepele lagi bagi negara yang berkedudukan negara terkorup no 102 dari 180 negara yang disurvei. Dalam 209 kasus korupsi, memiliki nilai kerugian yang cukup fantastis, yakni 26, 83 triliun.

Bukankah dengan nilai yang fenomenal itu bisa digunakan untuk menghidupi rakyat? misalnya dana untuk pendidikan dan kesejahteraan keluarga-keluarga yang tidak mampu. Bahkan, bisa dijadikan dana pembangunan fasilitas umum untuk masyarakat tentunya. Namun, pemikiran seperti ini bagi koruptor tak pernah terpikirkan, bukan? Makanya, korupsi di Indonesia, harus ditumpas habis.

Ini hanya kerugian material yang disebabkan oleh korupsi yang berkaitan dengan keuangan negara, berbeda lagi korupsi yang berkaitan dengan suap-menyuap, penggelapan dalam jabatan, pemerasan, perbuatan curang, benturan kepentingan dalam pengadaan, dan gratifikasi. Akan banyak lagi kerugian yang ada, bukan hanya bagi negara juga masyarakat sipil tentunya. Penyelewangan-penyelewangan yang bermula dari pihak-pihak petinggi inilah yang akhirnya memicu penyelewengan tingkat kecil dari masyarakat. Padahal pihak-pihak yang seharusnya dijadikan contoh untuk melakukan tindakan mulia, malah memberikan efek buruk bagi masyarakat.

Jika semua golongan menjadikan korupsi sebagai kebiasaan tanpa kata sesal, apakah negara Indonesia tercinta ini akan baik-baik saja?

Tentu saja tidak, kekacauan dari segala aspek akan menyebabkan perubahan besar pada generasi selanjutnya yang mengakibatkan ketidakstabilan negara. Bagaimana lagi di setiap lini kehidupan terjadi korupsi secara berkala. Hakim disuap untuk meloloskan penjahat, pegawai negeri menyuap untuk mendapatkan jabatan, advokat disuap untuk mempengaruhi hukum, guru disuap untuk menaikkan murid, pegawai negeri yang memeras untuk kepentingan sendiri, pemborong berbuat curang demi keuntungan, pengawas proyek yang membiarkan pemborong berbuat curang,rekan TNI/POLRI yang berbuat curang, saksi yang memberikan keterangan palsu, dan masih banyak yang terjadi tentang perbuatan korupsi yang sudah mendarah daging di setiap lapisan masyarakat. Kejadian yang seperti ini akan terus terulang jika tidak ada kesadaran dari diri sendiri.

Alasan kondisi keuangan, lingkungan, ketidakberdayaan menjadi alasan umum untuk melakukan tindak korupsi. Ini bukanlah sebuah kewajaran untuk didajadikan alasan maupun alibi. Korupsi bagaimanapun juga adalah tindakan yang salah dan melawan hukum, hukuman untuk tinfak pidana korupsi pun bukan main-main. Di dalam UU No. 31 Tahun 1997 jo. UU No. 20 Tahun 2001 pada pasal 2 dijelaskan, “(1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4(empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta) dan paling banyak Rp 1.000.000.000, 00 (satu milyar rupiah).”[1]

Berdasarkan undang-undang memang begitu tegas, namun dalam kehidupan nyata pelaku tindak pidana korupsi dengan jas dan dasi mendapatkan hukuman yang ringan. Tidak dipungkiri pula, dan menjadi rahasia umum tempat mereka pun sangat berbanding terbalik dengan penjara pada umumnya, ada perabotan elektronik yang tentunya tidak biasanya ada di dalam penjara. Contoh kecil penanganan korupsi yang belum bisa diterima masyarakat, Korupsi BANSOS oleh Menteri Sosial Juliari Peter Batubara mendapat hukuman 12 tahun penjara dan denda 500 juta. Padahal dana yang dinikmati sebesar 15, 1 milyar! Inilah mengapa korupsi di Indonesia semakin hari semakin naik kasusnya. Adanya hukum tajam ke bawah dan tumpul ke atas menjadikan korupsi sebagai bisnis yang menguntungkan.

Korupsi harus ditumpas, itulah jalannya. Mulai dari belajar untuk hal-hal terkecil dengan tidak mengorupsi waktu untuk belajar, tidak menerima upah teman yang meminta ditulis kehadirannya meski dia tidak hadir. Tidak untuk bersenang-senang dalam pekerjaan tanpa melakukan serius terhadap apa yang diberikan tanggung jawab terhadap kita. Tidak menyelewenangkan pangkat yang kita miliki, semisal menjadi ketua kelas, ketua organisasi, presiden mahasiswa, dan jabatan lainnya.

Awali hal terkecil untuk menghilang kebiasaan yang menyebabkan korupsi. Bukan maksud menyepelekan hal-hal besar seperti korupsi yang menganak-pinak di negara, tetapi menindak korupsi memang harus dimulai dari diri sendiri untuk sadar akan tindakan penyelewenangan. Korupsi memang bukan tindakan yang dibenarkan. Bahkan sekelas pemerintah atau petinggi baik di perusahaan dan lain-lainnya pun yang pasti paham dampak dan akibat korupsi sangat buruk, tetapi tetap melakukan karna menganggap sebagai kewajaran dari kebiasan yang pernah dilakukan dari hal terkecil. Mari sadarkan diri, "Stop Korupsi, Mulai Sadar dari Diri Sendiri!". Korupsi di Indonesia, Harus Ditumpas Habis

 



[1] Komisi Pemberantasan Korupsi, Memahami untuk Membasmi: Buku Saku untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi, (Jakarta Selatan: Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia), hlm. 113.

0 Comments:

Posting Komentar

Salam cinta, mari berdiskusi di kolom komentar!